beritabandar – Sebuah video yang memperlihatkan pengunjung rumah makan di Bandung dikenakan tarif parkir sebesar Rp 30 ribu mendadak viral di media sosial. Video berdurasi 45 detik itu diunggah oleh akun @kulinerbandunghits pada Selasa (7/10/2025) dan langsung menuai ribuan komentar dari warganet yang merasa heran sekaligus geram dengan biaya parkir yang dianggap tidak masuk akal.
Dalam video tersebut, seorang pengunjung memperlihatkan karcis parkir dari lokasi sebuah rumah makan di kawasan Setiabudi, Kota Bandung. Terlihat, biaya parkir mobil yang dikenakan mencapai Rp 30 ribu untuk durasi kurang dari satu jam.
“Baru makan sebentar, pas keluar ditagih segini. Kirain salah hitung,” tulis pengunggah dalam keterangan video tersebut.
Warganet Geram, Pemkot Turun Tangan
Unggahan itu langsung memancing reaksi dari ribuan pengguna media sosial. Banyak yang menilai tarif tersebut tak wajar untuk area rumah makan biasa. “Bandung makin mahal aja, parkirnya kayak di mal mewah,” tulis salah satu komentar.
Ada pula yang menandai akun resmi Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Perhubungan (Dishub), meminta penjelasan dan penertiban terhadap juru parkir liar.
Menanggapi viralnya video itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, Andri Kurnia, mengatakan pihaknya tengah menelusuri lokasi kejadian. “Kami sudah menurunkan petugas ke lapangan untuk memastikan apakah tarif parkir itu resmi atau tidak,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (8/10/2025).
Andri menjelaskan, tarif parkir di Kota Bandung diatur dalam Peraturan Wali Kota Nomor 47 Tahun 2023, dengan kisaran maksimal Rp 5.000 untuk motor dan Rp 10.000 untuk mobil di area umum. “Kalau benar ada yang menarik Rp 30 ribu, itu jelas melanggar,” tegasnya.
Klarifikasi dari Pihak Rumah Makan
Pihak rumah makan yang disebut dalam video akhirnya memberikan klarifikasi. Melalui unggahan di akun Instagram resminya, manajemen menyatakan bahwa lahan parkir di tempat mereka dikelola oleh pihak ketiga.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Pengelolaan parkir tidak dilakukan langsung oleh pihak rumah makan, namun kami sudah menegur pihak pengelola agar menyesuaikan tarif sesuai ketentuan pemerintah daerah,” tulis pernyataan resmi tersebut.
Meski sudah ada klarifikasi, perdebatan di dunia maya belum juga reda. Banyak pengguna merasa kejadian serupa sering terjadi di sejumlah titik wisata dan kuliner di Bandung.
Fenomena Tarif Parkir Tak Wajar
Kasus ini menambah daftar panjang keluhan masyarakat soal tarif parkir yang tidak transparan. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pengunjung wisata di kawasan Lembang dan Dago juga mengeluhkan tarif parkir tinggi tanpa tanda resmi atau karcis.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Tegar Ramadhan, menilai bahwa lemahnya pengawasan dan sistem parkir manual masih membuka celah bagi oknum untuk menarik tarif sesuka hati.
“Ketika tidak ada sistem elektronik dan pengelolaan yang terdata, oknum juru parkir bisa memanfaatkan momen ramai wisata untuk menaikkan tarif,” ujarnya.
Warganet Minta Digitalisasi Parkir
Di tengah ramainya komentar, sejumlah warganet mengusulkan agar Bandung segera menerapkan sistem parkir digital dan tarif terintegrasi seperti yang sudah diterapkan di beberapa kota besar lain. Dengan begitu, setiap transaksi bisa tercatat dan tarif lebih mudah dikontrol.
“Kalau ada QR dan bukti digital, gak bisa seenaknya narik harga,” tulis salah satu komentar populer.
Pemerintah Janji Evaluasi
Menutup polemik ini, Dishub Kota Bandung berjanji akan memperketat pengawasan dan menindak tegas pengelola parkir yang melanggar. “Kami imbau masyarakat melapor bila menemukan praktik serupa. Ke depan, digitalisasi parkir akan jadi prioritas agar kejadian ini tak terulang,” ujar Andri.
Kisah tarif parkir Rp 30 ribu ini pun menjadi cerminan kecil persoalan klasik di kota wisata: antara pelayanan publik dan pengawasan. Warganet berharap, ke depan Bandung tetap nyaman dikunjungi, bukan hanya karena kulinernya yang lezat — tapi juga karena kejujuran di setiap sudut kotanya.

