beritabandar – Kasus pengusiran seorang mantan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) di kawasan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, akhirnya menemukan titik terang. Setelah melalui penyelidikan intensif, pihak kepolisian mengungkap bahwa aksi pengusiran tersebut didalangi oleh Ketua RT setempat dan seorang warga berinisial S (Sahara). Motif pengusiran yang sempat simpang siur kini mulai terkuak, memunculkan perhatian publik terkait praktik main hakim sendiri di lingkungan permukiman.
- Awal Mula Pengusiran dan Kronologi Kejadian
Peristiwa bermula pada pertengahan September lalu, ketika seorang mantan dosen UIN bernama Dr. Ahmad Rifqi (56) diminta meninggalkan rumah kontrakannya oleh sekelompok warga. Aksi itu sempat terekam dalam video amatir yang beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut, Rifqi terlihat dihadang beberapa orang saat sedang mengemas barang-barangnya. Ia mengaku telah membayar sewa rumah dengan sah, namun mendapat tekanan untuk segera pergi. “Saya tidak tahu apa salah saya, tiba-tiba mereka datang dan meminta saya angkat kaki,” ujar Rifqi saat ditemui awak media beberapa hari kemudian. - Keterlibatan Ketua RT dan Warga Bernama Sahara
Penyelidikan Polsek Ciputat Timur bersama tim Reskrim Polres Tangsel menemukan bahwa Ketua RT berinisial AM dan seorang warga bernama Sahara berperan aktif mengorganisir pengusiran tersebut. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, Sahara disebut sebagai pihak yang pertama kali menyebarkan kabar miring mengenai korban kepada warga sekitar. “Ada dugaan fitnah dan tekanan sosial yang disusun agar warga menolak keberadaan korban di lingkungan itu,” kata Kasat Reskrim Polres Tangsel, Kompol Raditya. Polisi juga mengamankan beberapa bukti percakapan yang menunjukkan adanya koordinasi antara keduanya sebelum pengusiran dilakukan. - Motif Pengusiran: Konflik Sosial dan Isu Pribadi
Dari hasil pemeriksaan awal, motif utama pengusiran diduga berkaitan dengan konflik sosial dan perbedaan pandangan keagamaan. Beberapa warga menilai Rifqi memiliki pandangan yang “berbeda” dengan mayoritas di lingkungan tersebut. Namun, pihak kepolisian menegaskan bahwa tidak ada bukti pelanggaran hukum yang dilakukan korban. “Pengusiran tanpa dasar hukum jelas merupakan tindak pidana persekusi. Apapun alasannya, masyarakat tidak boleh main hakim sendiri,” tegas Raditya. Sejumlah ahli sosial menilai kasus ini mencerminkan lemahnya kesadaran hukum di tingkat masyarakat dan masih kuatnya budaya tekanan kelompok terhadap individu. - Langkah Hukum dan Respons Pemerintah Daerah
Kasus ini kini naik ke tahap penyidikan. Ketua RT dan Sahara dijerat pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan secara psikis. Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Dinas Sosial juga turun tangan untuk memberikan pendampingan kepada korban yang kini tinggal sementara di rumah saudaranya di Cipinang. Wali Kota Tangsel menyatakan akan memperketat pengawasan terhadap aparat lingkungan agar tidak menyalahgunakan kewenangan sosial. “Peran RT harusnya menjaga harmoni, bukan justru menjadi pemicu konflik,” ujarnya dalam konferensi pers. - Reaksi Publik dan Seruan Perlindungan Warga
Kasus ini memicu gelombang reaksi di media sosial. Banyak warganet menilai tindakan pengusiran terhadap akademisi seperti Rifqi menunjukkan krisis toleransi dan empati di masyarakat. Sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Komnas HAM dan LBH Jakarta, juga ikut menyoroti kasus tersebut. “Setiap warga negara berhak atas tempat tinggal dan rasa aman tanpa diskriminasi,” tulis pernyataan resmi LBH. Komnas HAM bahkan berencana melakukan pemantauan langsung terhadap proses hukum yang berjalan.
Di sisi lain, beberapa warga sekitar mengaku menyesal karena ikut terprovokasi dalam aksi pengusiran itu. “Kami hanya ikut-ikutan, tidak tahu kalau ternyata tidak ada masalah hukum,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menjadi cermin bahwa penyelesaian konflik sosial tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau tekanan massa, apalagi terhadap individu yang sah secara hukum menempati suatu wilayah. Polisi berjanji akan menuntaskan penyidikan secara transparan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan mengembalikan rasa aman di lingkungan tersebut.

