beritabandar – Praktik dugaan korupsi kembali mencoreng wajah birokrasi. Seorang pejabat Kementerian Ketenagakerjaan yang belakangan dijuluki publik sebagai “Sultan Kemenaker” diduga menampung dana hasil pemerasan melalui tiga rekening berbeda. Fakta ini mencuat setelah lembaga penegak hukum melacak aliran dana mencurigakan yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Informasi awal terungkap dari laporan sejumlah pihak swasta yang mengaku dimintai setoran untuk memperlancar urusan administrasi. Dari perizinan program hingga penyaluran proyek, mereka diwajibkan menyetor uang dengan nominal bervariasi. Uang itu kemudian dialihkan ke tiga rekening yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan sang pejabat. Hasil penelusuran awal menunjukkan pola transfer berulang, dengan jumlah yang tidak wajar jika dibandingkan profil rekening.
Tiga rekening inilah yang kini menjadi pusat penyelidikan. Aparat menduga, pembagian rekening bukan tanpa alasan, melainkan untuk menyamarkan aliran dana sekaligus mengurangi kecurigaan. Beberapa transaksi bahkan disebut dilakukan melalui pihak ketiga, sebelum akhirnya ditarik tunai atau dipindahkan ke instrumen investasi.
Publik bereaksi keras begitu kabar ini mencuat. Julukan “Sultan Kemenaker” pun ramai dipakai di media sosial, sebagai sindiran terhadap gaya hidup mewah pejabat yang kini disorot. Banyak yang menyayangkan, kementerian yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan pekerja justru diduga jadi ladang praktik pemerasan. “Ironis, rakyat susah, tapi pejabat main pamer kekayaan,” tulis seorang pengguna Twitter.
Kementerian Ketenagakerjaan sendiri belum banyak berkomentar. Juru bicara lembaga tersebut hanya menyampaikan bahwa pihaknya menghormati proses hukum dan siap bekerja sama dengan penyidik. “Jika benar ada oknum yang terbukti menyalahgunakan jabatan, kami mendukung penindakan sesuai aturan yang berlaku,” katanya singkat.
Pengamat antikorupsi menilai kasus ini bisa membuka tabir lebih luas tentang praktik serupa di institusi lain. “Membagi aliran dana ke beberapa rekening adalah modus klasik untuk menyamarkan uang haram. Biasanya tidak berdiri sendiri, ada jaringan yang ikut bermain,” ujar seorang peneliti.
Desakan agar kasus diusut tuntas pun semakin keras. Sejumlah mahasiswa menggelar aksi di depan kantor Kemenaker, menuntut transparansi dan penegakan hukum yang jelas. Mereka meminta agar rekening terkait segera dibekukan, serta pejabat yang diduga terlibat dicopot dari jabatannya. “Kami tidak ingin kasus ini hanya jadi headline sesaat. Uang hasil pemerasan harus dikembalikan, dan pelaku dihukum setimpal,” kata salah satu orator.
Sumber internal menyebut, penyidik sudah memblokir tiga rekening yang dimaksud. Selanjutnya, proses audit forensik akan dilakukan untuk menelusuri jejak transaksi. Aparat juga berencana memanggil sejumlah saksi, termasuk pihak swasta yang disebut menjadi korban pemerasan. Meski belum ada penetapan tersangka, publik menunggu langkah tegas berikutnya.
Kasus “Sultan Kemenaker” ini memperlihatkan betapa sulitnya memberantas praktik rente dalam birokrasi. Padahal, kementerian ini memegang peran penting dalam memastikan hak-hak pekerja, mengawasi perusahaan, hingga menyalurkan program ketenagakerjaan yang menyentuh jutaan orang. Jika ada pejabat yang menyalahgunakan kewenangan, dampaknya bisa sangat luas, baik pada pekerja maupun citra pemerintah.
Kini, semua mata tertuju pada penyelidikan yang tengah berlangsung. Apakah benar tiga rekening itu menjadi wadah pemerasan, ataukah hanya kesalahpahaman dalam administrasi keuangan, waktu yang akan menjawab. Namun satu hal pasti, masyarakat menuntut kejelasan, transparansi, dan keadilan.
Bagi rakyat, kasus ini bukan sekadar angka miliaran rupiah. Ini tentang kepercayaan pada lembaga negara dan harapan agar pejabat publik menjalankan amanah dengan jujur. Jika benar terbukti, publik tentu menunggu langkah tegas: pembongkaran jaringan, pemulihan dana, dan hukuman setimpal.
