beritabandar.com Silaturahim antara mustasyar, syuriyah, dan tanfidziyah PBNU di Pondok Pesantren Tebuireng resmi menyelesaikan sesi pertamanya. Pertemuan ini menghadirkan perwakilan dari berbagai unsur penting di tubuh PBNU. Rais Syuriyah PBNU, Prof Mohammad Nuh, hadir sebagai perwakilan jajaran syuriyah. Sementara dari unsur tanfidziyah, tampak kehadiran H. Nur Hidayat yang mendampingi jalannya dialog.
Forum tersebut berlangsung dengan suasana hangat. Meski topik yang diangkat sensitif, pembahasan tetap dilingkupi rasa hormat antarkiai dan para pengurus. Semua peserta memahami bahwa NU adalah rumah besar yang harus dijaga bersama, dan setiap keputusan memiliki dampak luas bagi umat.
Forum Tebuireng Sebagai Media Aspirasi Langsung
Prof Nuh memberi apresiasi atas inisiatif Pesantren Tebuireng. Forum ini digagas langsung oleh KH Umar Wahid, atau yang akrab disapa Gus Umar. Tujuannya sederhana namun penting: menyediakan ruang dialog terbuka kepada para kiai sepuh. Mereka dapat mendengarkan informasi secara langsung dari pengurus PBNU, tanpa ada sekat atau salah interpretasi.
Menurut Prof Nuh, silaturahim seperti ini adalah tradisi mulia yang harus dijaga. Di NU, musyawarah menjadi cara terbaik menyelesaikan setiap persoalan. Karena itu, pertemuan Tebuireng dinilai sebagai langkah bijak untuk meredam ketegangan dan menghadirkan kejelasan.
Ia juga menegaskan bahwa para ulama sepuh selama ini adalah sumber kebijaksanaan. Mereka bukan hanya saksi perjalanan NU, tetapi juga penjaga nilai dan marwah organisasi. Kehadiran mereka dalam forum adalah bentuk komitmen untuk memastikan setiap kebijakan tetap sejalan dengan semangat pendiri NU.
Menyampaikan Persoalan Secara Jujur
Prof Nuh menyampaikan, tugasnya di forum ini adalah memberi gambaran situasi internal PBNU apa adanya. Tidak dilebihkan, tidak dikurangi. Ia yakin transparansi akan mencegah kesalahpahaman yang bisa berkembang menjadi konflik berkepanjangan.
Pertemuan di Tebuireng ini juga merupakan tindak lanjut dari silaturahim sebelumnya di Ploso. Diskusi di Ploso masih menjadi pembuka. Sedangkan Tebuireng berfungsi sebagai tahap berikutnya untuk memperdalam pembahasan, menampung pandangan, dan sekaligus menimbang berbagai opsi penyelesaian.
Menurut Prof Nuh, perbedaan pandangan dalam organisasi besar seperti NU adalah hal wajar. Yang terpenting adalah cara menyikapinya. Perbedaan harus diarahkan menuju kebaikan, bukan memunculkan luka baru. Semua pihak hadir untuk mencari solusi, bukan menyalahkan satu sama lain.
Solusi untuk NU yang Lebih Solid
Dalam pandangan Prof Nuh, forum silaturahim ini menjadi sarana untuk mencari jalan tengah. Setiap pendapat yang muncul akan disaring melalui kebijaksanaan kiai sepuh. Keputusan yang dihasilkan nanti diharapkan mendukung kepentingan umat dan masa depan NU.
Ia berharap semua pihak menahan diri dari sikap tergesa-gesa. Dalam NU, keputusan penting harus disusun dengan kepala dingin dan hati yang jernih. Kekompakan menjadi kunci utama agar NU tetap kokoh dalam menjalankan peran sosial, keagamaan, dan kebangsaannya.
Para kiai yang hadir menunjukkan komitmen kuat untuk ikut mengawal proses ini. Suara mereka akan menjadi pegangan bagi para pengurus dalam mengambil keputusan strategis. Prinsipnya jelas: NU harus tetap berada dalam jalur keberkahan dan kemanfaatan untuk masyarakat luas.
Tebuireng dan Nilai Bersejarahnya
Pemilihan Pesantren Tebuireng sebagai tempat silaturahim bukan tanpa alasan. Tebuireng adalah pesantren yang sangat penting dalam sejarah NU. Pesantren ini didirikan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Dari tempat ini, dakwah dan perjuangan NU menyebar luas ke seluruh penjuru negeri.
Dengan kembali berkumpul di Tebuireng, para pengurus ingin mengingat pesan-pesan pendiri. Bahwa NU dibangun dari semangat persatuan, adab, dan keikhlasan melayani umat. Hal itu diharapkan menjadi pengingat bahwa konflik internal harus diselesaikan dengan cara yang jauh dari ego.
Tebuireng menjadi simbol bahwa NU selalu punya tempat kembali ketika menghadapi persoalan. Seperti keluarga yang pulang ke rumah untuk mencari ketenangan sebelum memutuskan langkah penting.
Menatap Masa Depan yang Lebih Seimbang
Penutup dari forum ini menghadirkan optimisme. Prof Nuh percaya bahwa setiap pihak akan menomorsatukan maslahah organisasi. NU bukan milik satu golongan maupun satu generasi. NU adalah amanah yang diwariskan dari para pendiri untuk bangsa Indonesia.
Forum seperti ini akan terus dibutuhkan ke depan. Ketika ada perbedaan, silaturahim menjadi jembatan untuk menyatukan hati. Musyawarah menjadi jalan untuk menemukan keputusan terbaik. Semua diharapkan terus menjaga adab dan saling menghormati.
Jika proses dialog berjalan sehat seperti ini, Prof Nuh yakin bahwa NU akan tetap kuat. Organisasi ini akan terus menjadi penuntun moral dan tempat bernaung bagi jutaan umat Islam Indonesia.

Cek Juga Artikel Dari Platform updatecepat.web.id
