beritabandar.com Kondisi penerimaan pajak yang belum sepenuhnya mencapai target membuat pemerintah mencari alternatif pembiayaan untuk menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam situasi tersebut, dua sumber dana non-pajak dinilai dapat menjadi penopang penting untuk menutup kekurangan penerimaan, sekaligus memastikan belanja negara tetap berjalan sesuai rencana.
Langkah yang direncanakan Kementerian Keuangan Republik Indonesia mendapat dukungan dari kalangan legislatif. Badan legislatif menilai strategi tersebut sebagai pendekatan realistis di tengah tantangan penerimaan negara yang tidak sepenuhnya memenuhi ekspektasi.
Pajak Tak Capai Target, Pemerintah Cari Alternatif
Pendapatan negara, khususnya dari sektor pajak, tercatat belum mencapai target optimal. Realisasi penerimaan pajak berada di kisaran mendekati target, namun masih menyisakan selisih yang berdampak pada struktur APBN secara keseluruhan. Selisih inilah yang kemudian disebut sebagai shortfall atau kekurangan penerimaan.
Kondisi ini tidak sepenuhnya mencerminkan lemahnya ekonomi, melainkan dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari dinamika global, perlambatan aktivitas usaha di beberapa sektor, hingga efektivitas kebijakan fiskal yang terus disesuaikan. Pemerintah menilai perlu adanya langkah antisipatif agar defisit APBN tetap terkendali.
Dana Sitaan Jadi Opsi Pertama
Salah satu sumber dana yang disiapkan untuk menutup defisit adalah dana sitaan hasil penegakan hukum. Dana ini berasal dari aset yang disita oleh Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara hukum, termasuk kasus tindak pidana korupsi.
Menurut rencana pemerintah, dana sitaan dengan nilai triliunan rupiah dapat dialokasikan untuk memperkuat kas negara. Pemanfaatan dana tersebut dinilai sah secara hukum dan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap pembiayaan utang.
Dukungan DPR terhadap Langkah Pemerintah
Langkah Kementerian Keuangan ini mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan. Wakil Ketua Komisi XI, Fauzi Amro, menilai penggunaan dana sitaan sebagai opsi yang masuk akal dalam kondisi penerimaan pajak yang belum optimal.
Menurutnya, dana sitaan merupakan sumber yang sah dan tidak membebani masyarakat. Pemanfaatannya justru mencerminkan optimalisasi aset negara yang sebelumnya berada di luar sistem penerimaan rutin.
Sumber Kedua dari Sisa Anggaran Kementerian/Lembaga
Selain dana sitaan, sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah pengembalian dana dari sisa anggaran Kementerian/Lembaga (K/L). Setiap tahun, terdapat anggaran yang tidak terserap secara maksimal karena berbagai faktor, seperti efisiensi program atau perubahan prioritas.
Pengembalian dana K/L ke kas negara dinilai sebagai langkah logis untuk menutup sebagian defisit. Dana ini sebelumnya telah dialokasikan, sehingga pemanfaatannya tidak menimbulkan risiko fiskal baru. Kombinasi antara dana sitaan dan sisa anggaran K/L diyakini cukup untuk menutup selisih penerimaan pajak.
Strategi Fiskal yang Lebih Fleksibel
Penggunaan dua sumber dana tersebut mencerminkan fleksibilitas kebijakan fiskal pemerintah. Alih-alih langsung menambah utang, pemerintah memilih memaksimalkan sumber daya yang sudah tersedia. Pendekatan ini dinilai positif karena menjaga rasio utang tetap terkendali dan memperkuat kredibilitas fiskal.
Pemerintah juga menegaskan bahwa langkah ini bersifat sementara dan kontekstual. Optimalisasi penerimaan pajak tetap menjadi fokus utama dalam jangka menengah dan panjang melalui reformasi administrasi, perluasan basis pajak, serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Menjaga Belanja Prioritas Tetap Berjalan
Salah satu alasan penting di balik kebijakan ini adalah menjaga agar belanja prioritas tidak terganggu. Program perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan membutuhkan kepastian anggaran agar dampaknya dapat dirasakan masyarakat.
Dengan menutup defisit melalui sumber alternatif, pemerintah berharap tidak perlu melakukan pemangkasan belanja strategis. Stabilitas belanja negara dinilai krusial untuk menjaga momentum pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
Perspektif Legislatif: Realistis dan Terukur
Dari sudut pandang DPR, langkah ini dianggap realistis dan terukur. Fauzi Amro menilai bahwa kekurangan penerimaan pajak yang relatif kecil dapat diatasi tanpa gejolak besar jika pemerintah cermat dalam mengelola sumber pendanaan. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan agar penggunaan dana tersebut tetap transparan dan akuntabel.
Legislatif berharap pemerintah tetap berhati-hati agar pemanfaatan dana sitaan dan sisa anggaran tidak mengganggu fungsi utama masing-masing institusi, terutama dalam penegakan hukum dan pelayanan publik.
Tantangan ke Depan
Meski mendapat dukungan, kebijakan ini tetap menyisakan tantangan. Pemerintah perlu memastikan mekanisme penyaluran dana sitaan berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan persoalan hukum baru. Di sisi lain, perencanaan anggaran K/L juga perlu semakin presisi agar sisa anggaran dapat ditekan tanpa mengurangi efektivitas program.
Tantangan lainnya adalah menjaga kepercayaan publik. Transparansi dalam pelaporan dan komunikasi kebijakan menjadi kunci agar masyarakat memahami langkah pemerintah dan tidak menimbulkan persepsi negatif.
Penutup
Kekurangan penerimaan pajak mendorong pemerintah mencari solusi kreatif dan terukur untuk menutup defisit APBN. Pemanfaatan dana sitaan Kejaksaan Agung dan pengembalian sisa anggaran Kementerian/Lembaga dinilai sebagai dua sumber strategis yang mampu menjaga keseimbangan fiskal.
Dengan dukungan DPR, langkah ini diharapkan dapat memastikan APBN tetap sehat tanpa membebani masyarakat. Ke depan, pemerintah tetap dituntut memperkuat penerimaan pajak agar ketergantungan pada sumber alternatif dapat diminimalkan dan ketahanan fiskal nasional semakin kuat.

Cek Juga Artikel Dari Platform revisednews.com
