beritabandar – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Depok kembali menuai kritik setelah menu yang disajikan untuk siswa sekolah dasar dinilai tidak memenuhi standar gizi. Foto yang menampilkan porsi makan siang berupa dua potong pangsit dan kentang rebus tanpa sayur viral di media sosial pada Rabu (8/10/2025), memicu perdebatan publik mengenai kualitas dan pengawasan pelaksanaan program tersebut.
Unggahan pertama kali muncul di akun @depokupdate.id, memperlihatkan wadah makan siswa berisi sedikit kentang rebus dan dua pangsit berukuran kecil. Banyak netizen menganggap menu itu jauh dari kata bergizi, apalagi jika disebut bagian dari program pemerintah yang menelan anggaran besar.
“Katanya makan bergizi gratis, tapi ini kayak camilan,” tulis salah satu pengguna X dengan nada heran.
Kritik dari Orang Tua dan Pengamat Gizi
Keluhan tidak hanya datang dari warganet, tapi juga dari para orang tua siswa. Beberapa di antaranya mengaku kecewa karena anak-anak mereka pulang sekolah dalam keadaan lapar.
“Saya pikir dapat nasi, lauk, dan sayur. Ternyata cuma kentang rebus dan pangsit isi sedikit. Anak saya malah beli jajanan lagi sepulang sekolah,” ujar Rina (34), orang tua siswa SD di Kecamatan Pancoran Mas.
Sementara itu, Ahli Gizi dari Universitas Indonesia, dr. Mira Wulandari, M.Gizi, menilai menu tersebut tidak memenuhi prinsip dasar gizi seimbang. “Kombinasi pangsit dan kentang sama-sama sumber karbohidrat sederhana, tidak ada protein hewani yang cukup, apalagi serat dari sayuran. Kalau dikonsumsi rutin, bisa menyebabkan kekurangan zat gizi penting,” jelasnya.
Respons Pemerintah Kota Depok
Menanggapi kritik publik, Dinas Pendidikan Kota Depok menyatakan bahwa menu tersebut berasal dari penyedia katering tertentu dan sedang dalam proses evaluasi. “Kami sudah meminta klarifikasi dan akan meninjau ulang kontrak penyedia yang terbukti tidak memenuhi standar menu MBG,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Depok, Suyanto.
Ia menegaskan bahwa standar menu MBG harus mengandung karbohidrat, protein, sayuran, dan buah dalam porsi yang sesuai usia anak sekolah. “Tidak boleh hanya satu atau dua komponen. Tujuannya kan untuk perbaikan gizi, bukan sekadar mengenyangkan,” tambahnya.
Pemeriksaan oleh Tim Pengawas
Dinas Kesehatan Depok bersama tim pengawas MBG dilaporkan telah turun ke lapangan untuk memeriksa dapur katering penyedia menu tersebut. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahan, cara pengolahan, dan standar kebersihan yang digunakan.
“Kami menemukan beberapa ketidaksesuaian dalam penyusunan menu. Jika terbukti melanggar, kontraknya bisa diputus,” kata dr. Lely Hartati, perwakilan tim pengawas MBG Jawa Barat.
Selain itu, pemerintah juga berencana melibatkan organisasi gizi dan PKK di setiap wilayah untuk ikut mengawasi penyusunan menu agar sesuai pedoman Isi Piringku dari Kementerian Kesehatan.
Reaksi Publik dan Evaluasi Program
Isu ini menambah daftar panjang keluhan terkait pelaksanaan program MBG di sejumlah daerah. Sebelumnya, kasus serupa terjadi di Rembang dan Tangerang Selatan, di mana menu dinilai tidak layak atau basi.
Warganet ramai menyarankan agar pemerintah menggandeng ahli gizi dan sekolah secara langsung dalam perencanaan menu harian. “Jangan asal murah, tapi pikirkan kandungan gizinya,” tulis salah satu komentar di Instagram.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan akan mengevaluasi sistem pengadaan dan distribusi MBG di daerah. “Kita tidak ingin program baik ini kehilangan kepercayaan masyarakat hanya karena pengawasan yang lemah,” ujar jubir kementerian dalam keterangannya.
Makan Bergizi, Bukan Sekadar Formalitas
Kasus menu pangsit dan kentang rebus di Depok menjadi pengingat penting bahwa program makan gratis harus menitikberatkan pada kualitas, bukan hanya pelaksanaan simbolik.
Program yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan konsentrasi belajar anak-anak seharusnya didukung dengan manajemen gizi yang baik, bahan segar, dan pengawasan ketat.
Dengan evaluasi menyeluruh dan keterlibatan publik, diharapkan ke depan program MBG benar-benar menjadi solusi nyata untuk gizi anak Indonesia — bukan sekadar menu yang viral karena ironi di piring makan.

