beritabandar.com Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia. Namun belakangan, bayang-bayang kerusakan lingkungan semakin mengancam. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni membuka data terbaru yang menunjukkan tingkat deforestasi di Indonesia meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Informasi tersebut bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan nyata bahwa kondisi lingkungan sedang berada di level mengkhawatirkan.
Menurut paparan yang ia sampaikan dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, kerusakan hutan bukan lagi masalah kecil yang hanya dibahas di forum aktivis lingkungan. Deforestasi telah memperburuk bencana ekologis, terutama di tiga provinsi yang kini menjadi sorotan besar: Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Ketiga wilayah tersebut baru saja dilanda banjir bandang, longsor hebat, dan kerusakan infrastruktur yang meluas.
Deforestasi Meningkat, Ancaman Bencana Ikut Membesar
Dari data resmi yang dibuka Menteri Raja Juli, sepanjang periode Januari hingga September satu tahun terakhir, angka deforestasi Indonesia sudah mencapai 166.450 hektare. Angka ini sangat mengkhawatirkan karena bahkan sebelum tahun berganti, sudah tercatat peningkatan lebih dari 47 ribu hektare dibandingkan sekitar lima tahun sebelumnya. Jika dihitung secara persentase, lonjakannya mencapai sekitar 28%. Artinya, laju pembukaan hutan dan kerusakan tutupan hijau bergerak makin cepat.
Kerusakan hutan tidak hanya berdampak pada hilangnya pohon dan satwa liar. Akar permasalahan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor hampir selalu berhubungan dengan pola tata kelola hutan yang tidak berkelanjutan. Ketika area pegunungan dan lereng yang sebelumnya ditopang akar-akar pepohonan kini berubah menjadi lahan gundul, hujan deras dengan mudah menyeret tanah dan air hingga menghancurkan pemukiman.
Lingkungan yang dulu menjadi benteng alam kini berubah menjadi ancaman yang siap menyerang kapan saja.
Aceh, Sumut, dan Sumbar Jadi Pusat Perhatian
Tiga wilayah yang baru-baru ini mengalami bencana bertubi-tubi ternyata memiliki tingkat deforestasi paling masif. Aktivitas ekonomi seperti pembukaan lahan, konversi hutan untuk perkebunan, hingga penebangan ilegal menjadi penyebab utama. Walaupun sektor-sektor tersebut sering disebut sebagai pendorong pembangunan, kenyataannya kerusakan ekologis yang ditimbulkan justru merugikan masyarakat luas.
Raja Juli menekankan bahwa bencana besar yang menimpa Sumatera bukanlah kejadian yang “tiba-tiba”. Alam sebenarnya sudah memberi sinyal dalam bentuk penurunan kualitas lingkungan sejak lama. Ketika hutan kehilangan fungsinya sebagai penyerap air dan penyangga tanah, konsekuensi akhirnya selalu sama: air meluap, tanah bergerak, dan kawasan pemukiman menjadi korban.
Bukan Sekadar Angka, Tapi Alarm Nyata untuk Pemerintah
Peningkatan deforestasi dalam lima tahun terakhir menjadi alarm keras bagi negara. Menteri Raja Juli mengingatkan bahwa selama hutan terus menyusut, pemerintah akan selalu menghadapi tantangan besar dalam mitigasi bencana. Sudah bukan waktunya lagi memandang hutan semata sebagai sumber ekonomi. Hutan adalah sistem kehidupan yang menopang jutaan warga melalui udara bersih, sumber air, dan kestabilan cuaca.
Data deforestasi juga sekaligus menjadi pengingat bahwa upaya pemulihan harus dilakukan lebih serius. Banyak kawasan hutan yang sebenarnya telah memiliki status lindung namun masih kerap menjadi sasaran aktivitas ilegal. Pengawasan berbasis teknologi, sanksi tegas, dan keterlibatan masyarakat lokal perlu diperkuat jika Indonesia benar-benar ingin menghentikan kerusakan ini.
Harapan Baru: Transparansi Data dan Kesadaran Kolektif
Langkah pemerintah membuka data deforestasi kepada publik adalah sinyal positif. Transparansi dapat memperkuat keterlibatan berbagai pihak, mulai dari organisasi lingkungan, akademisi, media, hingga masyarakat umum. Ketika informasi tidak lagi disembunyikan, tekanan sosial dan pengawasan publik akan semakin kuat agar perbaikan kebijakan segera dipercepat.
Raja Juli juga menekankan pentingnya kerja sama lintas kementerian, pemerintah daerah, dan pelaku industri. Pemanfaatan lahan harus dilakukan dengan prinsip berkelanjutan, bukan hanya mengejar keuntungan sesaat. Upaya rehabilitasi hutan, reboisasi besar-besaran, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan perlu menjadi agenda prioritas.
Kesimpulan: Waktunya Bertindak Sebelum Terlambat
Kondisi deforestasi Indonesia hari ini adalah peringatan serius. Setiap hektare hutan yang hilang bukan sekadar angka statistik, tetapi hilangnya fungsi alam yang melindungi manusia. Bukan hanya satwa liar yang terdampak, tapi juga kehidupan masyarakat yang kini semakin rentan terhadap bencana.
Jika pembukaan lahan terus dibiarkan tanpa kontrol, Sumatera mungkin bukan satu-satunya wilayah yang akan mengalami bencana besar. Kesadaran kolektif dan tindakan nyata harus dimulai sekarang. Hutan Indonesia adalah warisan yang menentukan masa depan bangsa — dan kita tidak boleh kehilangan lebih banyak lagi.

Cek Juga Artikel Dari Platform seputardigital.web.id
