beritabandar – Saat waktu berpacu dengan maut dan harapan nyaris padam, seorang dokter mengambil langkah luar biasa: menyelamatkan nyawa remaja terjepit reruntuhan dengan amputasi darurat di lokasi bencana. Kisah ini terjadi di tengah tragedi ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo — di mana kepanikan, debu, dan puing menyelimuti sekeliling, namun satu hal tetap hidup: kemanusiaan.
1. Ketegangan di Tengah Reruntuhan
Ketika tim medis tiba, suasana begitu mencekam. Beton bertumpuk, reruntuhan masih belum stabil, dan seorang anak bernama Nur Ahmad tertahan di antara puing — dengan lengan kirinya tak lagi bisa diselamatkan. dr Larona Hydravianto, dokter spesialis ortopedi, bersama timnya harus mengambil keputusan cepat, sebab setiap menit berarti hidup atau mati.
Ia merangkak masuk melalui celah sempit, hanya bermodalkan senter dan perlengkapan seadanya. Keputusan amputasi diambil tanpa ruang steril atau lampu operasi. Yang ada hanyalah keyakinan, keberanian, dan doa.
2. Amputasi yang Menyelamatkan Nyawa
Dengan kondisi minim alat dan ruangan sangat terbatas, tim medis memulai tindakan darurat. Ahmad telah terjepit selama hampir dua jam, dan sirkulasi darah di lengannya terputus total. Risiko infeksi, syok, bahkan kematian sangat tinggi.
Amputasi darurat dilakukan langsung di lokasi. Tanpa meja operasi, tanpa ketenangan, hanya dengan fokus dan komando medis yang jelas. Meski ekstrem, prosedur ini adalah satu-satunya cara menyelamatkan Ahmad dari kematian akibat luka crush syndrome dan trauma berkepanjangan.
3. Doa yang Tak Pernah Henti
Sepanjang proses, dr Larona mengaku tidak berhenti berdoa. “Bukan karena saya kuat, tapi karena saya takut,” ujarnya. Di tengah gemuruh reruntuhan dan tekanan psikis yang tinggi, kekuatan spiritual menjadi pegangan.
Doa juga menjadi pemersatu tim: antara dokter, perawat, petugas evakuasi, dan warga sekitar. Semuanya terhubung oleh satu niat—membawa Nur Ahmad keluar hidup-hidup. Amputasi selesai, dan tubuh Ahmad berhasil dikeluarkan secara aman dari reruntuhan.
4. Harapan yang Masih Bernyawa
Setelah evakuasi, Ahmad langsung dibawa ke RSUD Sidoarjo untuk operasi lanjutan. Meski kehilangan lengan kirinya, nyawanya berhasil diselamatkan. Kini, kondisinya mulai membaik—tidak demam, tidak syok, dan mulai makan dengan lahap.
Kisah ini bukan hanya tentang penyelamatan medis, tapi tentang kekuatan solidaritas. Di tengah bencana, muncul keteguhan hati yang membuktikan bahwa manusia bisa jadi cahaya di tengah reruntuhan.
Penutup: Saat Keputusan Sulit Menjadi Penyelamat
Kisah dr Larona dan timnya adalah potret nyata bagaimana kemanusiaan bekerja dalam bentuk paling ekstrem: cepat, berani, dan tulus. Bagi Nur Ahmad, hidupnya mungkin berubah, tapi ia masih hidup—dan itu karena ada orang-orang yang tak menyerah, bahkan saat harapan nyaris lenyap. Di bawah puing, justru kita menyaksikan puncak kemuliaan hati manusia.

