beritabandar – Gelombang demonstrasi kembali mewarnai ibu kota. Sejumlah massa dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah ricuh setelah massa memaksa mendekat ke kompleks parlemen. Situasi sempat memanas, aparat keamanan berusaha membubarkan kerumunan dengan pagar betis dan imbauan agar demonstran tidak anarkis.
Sorotan publik pun semakin tajam mengarah ke parlemen. Di tengah kritik yang meluas, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan bahwa wacana soal tunjangan anggota dewan tidak serta-merta bisa diputuskan sepihak oleh DPR. “Ada mekanisme dan kajian yang harus dilalui. Kami memahami keresahan masyarakat, namun perlu diluruskan bahwa belum ada keputusan final terkait hal ini,” ujar Dasco dalam keterangan resmi.
Pernyataan itu datang di saat publik mempertanyakan sensitivitas DPR terhadap kondisi ekonomi rakyat. Bagi sebagian besar masyarakat, kenaikan tunjangan dianggap tidak tepat, terlebih ketika banyak sektor masih berjuang bangkit dari dampak pandemi dan tekanan inflasi. Sentimen inilah yang membuat demonstrasi mengeras, dengan sebagian peserta membawa poster bertuliskan kritik tajam terhadap wakil rakyat.
Dasco menambahkan bahwa DPR akan membuka ruang dialog lebih luas agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang transparan. Menurutnya, penting untuk tidak hanya melihat isu tunjangan dari sisi politik, tetapi juga dari aspek regulasi dan administrasi keuangan negara. “Kami tidak menutup mata. Semua masukan publik akan jadi bahan pertimbangan,” kata dia.
Meski demikian, pernyataan tersebut belum cukup meredakan kekecewaan publik. Banyak yang menilai komunikasi DPR kerap datang terlambat, sehingga wajar bila masyarakat lebih dulu curiga. Beberapa pengamat politik menyarankan agar DPR lebih proaktif menjelaskan proses pembahasan anggaran, bukan menunggu situasi panas baru memberi klarifikasi.
Aksi penolakan sendiri berlangsung di beberapa titik. Di Jakarta, ratusan massa menutup sebagian jalan utama di sekitar Senayan. Polisi sempat mengalihkan arus lalu lintas untuk menghindari kemacetan total. Di media sosial, tagar #TolakTunjanganDPR menjadi trending, memperlihatkan betapa kuatnya penolakan masyarakat terhadap rencana tersebut.
Bagi demonstran, isu ini bukan sekadar soal angka, tetapi juga menyangkut rasa keadilan. Mereka berpendapat bahwa wakil rakyat seharusnya memberi contoh penghematan, bukan justru menambah beban anggaran negara. “Kami ingin DPR merasakan bagaimana sulitnya rakyat mencari nafkah. Jangan hanya memikirkan kenyamanan pribadi,” ujar salah satu peserta aksi.
Dinamika ini memperlihatkan jurang kepercayaan yang masih lebar antara rakyat dan wakilnya. Transparansi anggaran, akuntabilitas, serta keberpihakan pada kepentingan publik menjadi tuntutan utama. Bagi DPR, tantangan ke depan bukan hanya soal menjelaskan teknis tunjangan, melainkan juga membangun kembali kepercayaan yang tergerus oleh berbagai kontroversi.
Menanggapi situasi yang memanas, Dasco mengaku siap memfasilitasi dialog lebih terbuka, bahkan melibatkan pakar independen agar diskusi lebih objektif. “Kami tidak alergi kritik. Justru kritik yang membangun bisa jadi pengingat agar DPR tidak melenceng dari amanah rakyat,” ucapnya.
Apapun hasil akhirnya, polemik tunjangan DPR telah menjadi cermin bahwa masyarakat semakin kritis dan berani menyuarakan pendapat. Demonstrasi yang terjadi menunjukkan bahwa suara rakyat tetap memiliki kekuatan untuk mengoreksi kebijakan. Tinggal bagaimana para wakil rakyat mampu merespons dengan bijak, menjaga komunikasi, dan membuktikan bahwa mereka masih layak disebut “wakil rakyat”.
Kini, semua pihak menunggu tindak lanjut dari DPR. Apakah isu tunjangan benar-benar akan dibatalkan, direvisi, atau tetap berjalan sesuai mekanisme. Yang jelas, publik akan terus mengawasi. Karena di era keterbukaan informasi saat ini, setiap langkah lembaga negara tak lagi bisa dilepaskan dari sorotan masyarakat luas.
