
Kabar kurang menyenangkan datang bagi warga negara Indonesia (WNI) yang ingin mengunjungi Amerika Serikat. Salah satu kebijakan era Presiden Donald Trump kembali mencuat dan ramai diperbincangkan: permintaan jaminan uang sebesar USD 15.000 atau sekitar Rp 244 juta bagi pemohon visa dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, serta memunculkan banyak pertanyaan mulai dari siapa yang terdampak, hingga apa alasannya.
Berikut ini adalah penjelasan lengkap dalam 6 poin utama untuk memahami kebijakan ini dan dampaknya bagi WNI
1. Apa Itu Kebijakan Jaminan Visa USD 15.000?
Kebijakan ini dikenal sebagai “Visa Bond Pilot Program”, yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump pada akhir 2020. Dalam aturan ini, pemohon visa dari negara-negara tertentu diwajibkan untuk membayar uang jaminan sebesar USD 5.000 hingga USD 15.000 sebagai bentuk “jaminan” agar mereka tidak overstay (tinggal melebihi masa berlaku visa) di Amerika Serikat.
Indonesia termasuk dalam daftar sekitar 20 negara yang warganya dianggap memiliki tingkat overstay yang cukup tinggi. Jaminan ini bukan biaya visa biasa ini adalah deposit yang bisa dikembalikan, tapi hanya jika pemohon kembali tepat waktu sesuai aturan visa mereka.
2. Siapa Saja yang Terkena Dampaknya?
Tidak semua pemohon visa terkena aturan ini. Program ini khusus diberlakukan untuk pemegang visa kunjungan sementara (B-1/B-2) yang berarti untuk tujuan bisnis dan pariwisata. Namun, tidak semua pelamar dari negara yang masuk daftar akan langsung dikenakan jaminan ini. Pejabat konsuler AS memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan apakah seseorang wajib membayar jaminan atau tidak.
Artinya, dua orang WNI yang mengajukan visa bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda tergantung pada profil risiko dan riwayat perjalanan masing-masing. Hal ini dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang subyektif dan berpotensi diskriminatif.
3. Mengapa Indonesia Masuk Daftar?
Indonesia masuk daftar ini karena tingkat pelanggaran visa oleh WNI di AS cukup tinggi menurut data Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Mereka mencatat bahwa sebagian WNI yang datang dengan visa kunjungan tidak kembali sesuai jadwal. Meskipun persentasenya tidak terlalu besar, angka tersebut cukup untuk membuat Indonesia masuk dalam radar negara-negara “berisiko tinggi”.
Namun, banyak pihak di Indonesia merasa kebijakan ini tidak adil dan terlalu menyamaratakan. Tidak sedikit WNI yang justru taat aturan dan kembali tepat waktu setelah kunjungan. Maka dari itu, muncul banyak kritik yang menyebut bahwa kebijakan ini bersifat overgeneralizing dan merugikan mayoritas warga yang taat aturan.
4. Apa Dampaknya bagi Masyarakat Indonesia?
Jelas, dampaknya cukup besar bagi WNI, khususnya mereka yang ingin bepergian ke AS dengan tujuan pribadi, seperti liburan atau mengunjungi keluarga. Biaya visa AS yang biasa saja sudah tergolong mahal (sekitar USD 160), kini harus ditambah dengan jaminan hingga USD 15.000 (setara Rp 244 juta).
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, angka ini sangat besar dan membuat perjalanan ke AS menjadi tidak realistis. Banyak keluarga yang akhirnya menunda atau membatalkan rencana kunjungan karena tidak sanggup menyediakan dana jaminan tersebut. Kebijakan ini pun dinilai sebagai bentuk pembatasan tidak langsung terhadap mobilitas warga dari negara-negara berkembang.
5. Bagaimana Mekanisme Pengembalian Jaminan?
Menurut penjelasan resmi pemerintah AS, jaminan ini akan dikembalikan jika pemohon visa mematuhi semua aturan dan kembali tepat waktu. Pengembalian dilakukan setelah proses administratif selesai, yang bisa memakan waktu beberapa bulan.
Namun, proses ini dianggap tidak transparan dan berbelit, apalagi jika terjadi kendala administratif atau jika ada sengketa terkait bukti kepatuhan. Banyak calon pelancong yang khawatir uang mereka tidak akan kembali tepat waktu, atau bahkan hilang karena persoalan teknis.
6. Apakah Kebijakan Ini Masih Berlaku Sekarang?
Kebijakan ini sempat dihentikan sementara pada awal pemerintahan Joe Biden, sebagai bagian dari evaluasi terhadap kebijakan imigrasi era Trump. Namun, belakangan, isu ini kembali mencuat, terutama menjelang pemilu presiden AS 2024, di mana Trump kembali maju sebagai kandidat.
Jika Trump kembali menjabat, kemungkinan besar kebijakan ini akan diberlakukan kembali atau bahkan diperluas. Hal ini menjadi perhatian serius bagi WNI dan pemerintah Indonesia, mengingat potensi dampaknya terhadap hubungan bilateral, mobilitas warga, dan sektor pariwisata.
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan WNI?
Bagi Anda yang ingin bepergian ke AS, periksa status dan kebijakan visa terbaru melalui situs resmi Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Jika Anda termasuk yang diminta membayar jaminan, pastikan memahami prosedur dan simpan bukti semua pembayaran dengan baik.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga diharapkan melakukan diplomasi aktif untuk mendorong agar aturan semacam ini tidak diberlakukan secara sepihak atau diskriminatif. Mobilitas warga negara harus dijaga dan dihargai, selama dilakukan secara legal dan sesuai aturan yang berlaku. Untuk informasi terkini seputar kebijakan visa, perjalanan internasional, dan hubungan luar negeri, jangan lupa untuk terus mengikuti update dari dailyinfo agar Anda tidak ketinggalan kabar penting lainnya.