beritabandar – Isu mengenai fasilitas merokok di transportasi umum kembali menjadi perbincangan publik setelah salah seorang anggota DPR mengusulkan adanya gerbong khusus merokok di kereta api. Usulan ini muncul sebagai respons atas banyaknya keluhan penumpang perokok yang merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan aturan larangan merokok di seluruh area kereta api. Meski kontroversial, gagasan tersebut memantik diskusi luas tentang hak perokok, kesehatan penumpang, hingga regulasi transportasi massal.
Latar Belakang Usulan Gerbong Khusus Merokok
Anggota DPR yang mengusulkan ide ini beralasan bahwa jumlah penumpang kereta api terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan latar belakang keberagaman masyarakat, termasuk mereka yang merokok, menurutnya wajar jika kebutuhan itu juga dipertimbangkan. Menurut data Badan Pusat Statistik, perokok di Indonesia masih mencapai puluhan juta orang, dan sebagian di antaranya menggunakan kereta api sebagai sarana transportasi harian maupun antarkota. Oleh karena itu, penyediaan gerbong khusus disebut sebagai bentuk akomodasi tanpa harus mengganggu penumpang lain yang bukan perokok.
Pro dan Kontra di Kalangan Publik
Sejak usulan ini disampaikan, pro dan kontra langsung bermunculan. Kelompok yang setuju menilai gerbong khusus akan menjadi solusi praktis agar perokok tidak melanggar aturan sembarangan di area kereta. Dengan adanya pemisahan, penumpang non-perokok tetap bisa menikmati perjalanan dengan udara bersih. Sebaliknya, kelompok yang menolak menekankan aspek kesehatan. Mereka mengingatkan bahwa asap rokok mengandung zat berbahaya yang dapat merembes ke gerbong lain meski dipisahkan, sehingga tetap berisiko bagi penumpang anak-anak, lansia, dan ibu hamil.
Tanggapan PT KAI dan Otoritas Transportasi
PT Kereta Api Indonesia (KAI) menegaskan hingga saat ini pihaknya masih memberlakukan aturan bebas rokok di seluruh rangkaian kereta. Kebijakan ini sudah berlaku sejak bertahun-tahun dan mendapat dukungan dari otoritas transportasi serta kementerian terkait. PT KAI menyampaikan, larangan merokok di dalam kereta adalah bagian dari komitmen menjaga kenyamanan dan keselamatan seluruh penumpang. Namun, perusahaan tetap membuka ruang dialog jika ada pembahasan lebih lanjut di tingkat regulasi. Sementara itu, Kementerian Perhubungan menyebut usulan tersebut perlu kajian mendalam, terutama dari sisi teknis dan kesehatan.
Perspektif Kesehatan dan Regulasi
Dari sisi kesehatan, para pakar menolak keras usulan gerbong khusus merokok. Mereka menegaskan, paparan asap rokok bersifat pasif dan dapat berdampak serius pada orang di sekitarnya. Bahkan dengan ventilasi atau penyekat sekalipun, risiko penyebaran zat berbahaya tetap tinggi. Selain itu, Undang-Undang Kesehatan serta regulasi kawasan tanpa rokok di fasilitas publik sudah jelas mengatur larangan merokok di transportasi umum. Jika usulan ini dipaksakan, dikhawatirkan akan berbenturan dengan regulasi yang ada dan menimbulkan kebingungan hukum di lapangan.
Reaksi Masyarakat dan Prediksi Ke Depan
Masyarakat memberikan reaksi beragam, terutama di media sosial. Ada yang mendukung dengan alasan kebebasan individu, ada pula yang menolak tegas karena khawatir kesehatan keluarga mereka terancam. Diskusi publik semakin ramai ketika media seperti radarbandung ikut memberitakan polemik ini. Meski demikian, banyak pengamat transportasi berpendapat bahwa peluang terealisasinya gerbong khusus merokok sangat kecil. Alasannya, mayoritas kebijakan global transportasi modern justru menuju penguatan kawasan bebas rokok demi kenyamanan bersama.
Hingga saat ini, wacana tersebut masih sebatas usulan. Apabila benar-benar dibahas lebih lanjut, keputusan akhir tetap berada di tangan regulator dan operator transportasi. Yang jelas, polemik ini menjadi pengingat bahwa kebijakan transportasi harus mempertimbangkan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan publik yang lebih luas.
