beritabandar – Fenomena pamer kekayaan di media sosial semakin mendapat sorotan karena tidak lagi menjadi tren di kalangan Generasi Z. Studi terbaru menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia lebih memilih konten autentik, pengalaman, dan gaya hidup sederhana dibandingkan menunjukkan harta atau kemewahan secara berlebihan.
Perubahan Sikap Generasi Z
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, tumbuh dengan akses internet dan media sosial sejak dini. Namun, berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung mengikuti tren gaya hidup mewah, generasi Z kini lebih mengutamakan keaslian dan nilai personal dalam konten yang mereka bagikan.
Psikolog sosial Dr. Lestari Widya menuturkan, “Generasi Z semakin kritis terhadap budaya pamer. Mereka melihat pamer kekayaan sebagai bentuk konsumtif yang tidak relevan dengan nilai kehidupan modern yang menekankan pengalaman, edukasi, dan kesejahteraan mental.”
Dampak Media Sosial terhadap Persepsi Kekayaan
Media sosial sebelumnya sering menjadi ajang menunjukkan status sosial melalui barang mewah, liburan eksotis, atau kendaraan mahal. Namun, menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Universitas Indonesia, lebih dari 70% responden Generasi Z mengaku tidak tertarik membandingkan kekayaan melalui media sosial.
Sebaliknya, mereka cenderung membagikan konten yang inspiratif, seperti kegiatan sosial, keterampilan baru, perjalanan edukatif, dan proyek kreatif. Generasi Z menilai hal-hal tersebut lebih bernilai daripada sekadar menampilkan simbol kemewahan.
Motivasi di Balik Sikap Anti-Pamer
Beberapa faktor yang mendorong Generasi Z menolak tren pamer kekayaan antara lain:
- Kesadaran Finansial
Generasi Z lebih sadar pentingnya menabung, investasi, dan perencanaan keuangan. Pamer harta dianggap kontraproduktif dengan prinsip hidup hemat dan bijak. - Kesejahteraan Mental
Menunjukkan kemewahan di media sosial seringkali memicu stres dan kompetisi sosial. Generasi Z lebih memilih fokus pada kesejahteraan mental dan kebahagiaan internal. - Nilai Autentik dan Kreativitas
Mereka menghargai konten yang asli dan kreatif, bukan sekadar status sosial. Hal ini mendorong tren “content over currency”, di mana kualitas konten lebih penting daripada nilai materi.
Tren Baru di Media Sosial
Alih-alih pamer kekayaan, Generasi Z kini mendukung tren seperti:
- Microblogging dan Storytelling: Membagikan pengalaman pribadi atau pembelajaran hidup.
- Konten Edukatif dan Kreatif: Tutorial, eksperimen, dan tips pengembangan diri.
- Sustainability dan Minimalisme: Menunjukkan gaya hidup sederhana dan ramah lingkungan.
Influencer muda seperti Hana Nabila dan Raka Pratama menjadi contoh bagaimana Generasi Z memimpin tren ini dengan membagikan konten bermakna yang fokus pada pengalaman, pendidikan, dan dampak sosial, bukan sekadar kemewahan.
Respon Brand dan Industri Media Sosial
Tren baru ini mendorong brand dan platform media sosial untuk menyesuaikan strategi pemasaran. Perusahaan mulai menawarkan kampanye yang menekankan nilai, edukasi, dan pengalaman dibandingkan dengan hanya menonjolkan produk mewah.
Brand marketing manager, Dian Permata, menekankan, “Generasi Z mencari cerita dan nilai, bukan sekadar barang. Kampanye yang sukses adalah yang bisa menginspirasi, memberi edukasi, dan relevan secara emosional.”
Kesimpulan
Perubahan sikap Generasi Z terhadap pamer kekayaan menandai pergeseran budaya digital di Indonesia. Generasi muda kini lebih menghargai konten autentik, pengalaman hidup, dan kesejahteraan mental, daripada simbol kemewahan semata.
Tren ini tidak hanya memengaruhi perilaku pengguna media sosial, tetapi juga strategi brand, pola pemasaran, dan dinamika sosial di era digital. Dengan menekankan nilai dan kreativitas, Generasi Z menunjukkan bahwa kebahagiaan dan prestise tidak selalu diukur dari kekayaan materi, melainkan dari pengalaman dan dampak positif yang bisa dibagikan ke dunia.

