beritabandar – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan tekadnya untuk menumpas habis kekuasaan Hamas di Jalur Gaza. Dalam rapat kabinet keamanan yang berlangsung tertutup di Yerusalem, Netanyahu menyatakan bahwa perang yang telah berlangsung berbulan-bulan ini bukan hanya soal pertahanan negara, tetapi juga “perjuangan eksistensial bagi masa depan Israel.”
Menurutnya, operasi militer di Gaza akan terus dilanjutkan hingga seluruh tujuan strategis tercapai. Meskipun tekanan internasional kian meningkat dan gelombang kritik datang dari berbagai pihak, Netanyahu tetap berpegang pada keyakinannya bahwa mengakhiri kekuasaan Hamas adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang nyata.
1. Tiga Tujuan Utama Perang Gaza
Dalam pernyataannya, Netanyahu menegaskan tiga tujuan utama operasi militer di Gaza. Pertama, memastikan seluruh sandera yang masih ditahan Hamas bisa dipulangkan dengan selamat. Kedua, menghancurkan seluruh kekuatan militer Hamas yang dianggap sebagai ancaman langsung bagi Israel. Ketiga, menciptakan kondisi yang mencegah kelompok itu kembali berkuasa di masa depan.
Ia menilai bahwa setiap kompromi yang terlalu dini hanya akan memberi waktu bagi Hamas untuk bangkit kembali. “Kita telah belajar dari masa lalu. Hamas tidak bisa diajak berdamai, mereka hanya bisa dicegah agar tak lagi memiliki kekuatan untuk melawan,” kata Netanyahu dalam pidatonya yang disiarkan televisi pemerintah.
2. Tekanan Diplomatik Internasional
Meskipun mendapatkan dukungan dari sebagian besar koalisi pemerintahan, Netanyahu menghadapi tekanan diplomatik yang terus meningkat. Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, mulai mendesak agar Israel membuka ruang bagi gencatan senjata dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan.
Negara mediator seperti Mesir dan Qatar juga berupaya menengahi dialog antara Israel dan Hamas. Namun hingga kini, belum ada titik temu yang jelas terkait penghentian operasi. Beberapa pejabat Israel menyebut, tekanan dunia internasional tidak akan mengubah posisi pemerintah selama Hamas masih memegang senjata.
3. Situasi Kemanusiaan di Gaza Makin Buruk
Sementara itu, situasi di Jalur Gaza semakin memprihatinkan. Ribuan warga sipil masih terjebak di area konflik dengan akses terbatas terhadap air, makanan, dan layanan medis. Rumah-rumah hancur, fasilitas umum lumpuh, dan listrik hanya tersedia beberapa jam dalam sehari.
Organisasi kemanusiaan internasional memperingatkan risiko bencana kemanusiaan yang lebih luas jika perang terus berlanjut. Meski demikian, pemerintah Israel menegaskan bahwa pihaknya telah membuka beberapa koridor kemanusiaan, meski di lapangan distribusinya kerap terkendala kondisi keamanan.
4. Reaksi Politik Dalam Negeri
Di dalam negeri, langkah tegas Netanyahu mendapat dukungan kuat dari sebagian kalangan sayap kanan yang menilai perang ini adalah “ujian ketahanan nasional.” Namun, oposisi menilai strategi militer yang terus diperpanjang justru berisiko memperdalam krisis sosial dan ekonomi di Israel sendiri.
Demonstrasi kecil sempat terjadi di Tel Aviv dan Haifa, di mana warga menuntut pemerintah lebih serius mencari solusi damai dan mengutamakan keselamatan sandera. Namun, Netanyahu menolak anggapan bahwa ia mengabaikan upaya diplomasi, dengan menegaskan bahwa “tidak ada kesepakatan yang akan dilakukan sebelum Hamas dilumpuhkan sepenuhnya.”
5. Masa Depan Gaza Pasca-Perang
Pertanyaan besar kini bergantung pada masa depan Gaza setelah perang berakhir. Beberapa analis menilai, jika Hamas benar-benar tumbang, Israel harus menyiapkan peta jalan baru bagi pemerintahan sipil di wilayah itu. Namun, belum ada kejelasan apakah Israel akan menyerahkan kendali kepada Otoritas Palestina atau membentuk sistem administrasi baru di bawah pengawasan internasional.
Netanyahu sendiri menghindari menjawab secara rinci. Ia hanya mengatakan bahwa Israel akan memastikan Gaza tidak lagi menjadi “markas teror.” Sementara itu, para pemimpin dunia menilai bahwa stabilitas kawasan tidak akan tercapai tanpa dialog politik yang menyeluruh.
Penutup
Perang di Gaza kini telah melampaui batas operasi militer biasa dan berubah menjadi simbol pertarungan panjang antara keamanan dan kemanusiaan. Netanyahu tetap berdiri pada posisinya — menolak gencatan senjata sebelum tujuan militer tercapai. Namun di sisi lain, penderitaan warga Gaza terus meningkat, menimbulkan dilema moral yang mengguncang opini dunia.

